Kembali ke halaman sebelumnya

Presidential Club, Siasat Prabowo Rangkul Lawan & Redam Kritik Frontal

cnnindonesia.com 1 jam yang lalu
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana membentuk Presidential Club yang diisi oleh para mantan presiden RI yang masih hidup, yakni Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo.

Juru Bicara Prabowo Dahnil Azhar Simanjuntak menjelaskan Presidential Club bakal dibentuk agar para mantan presiden bisa tetap rutin bertemu dan berdiskusi tentang masalah-masalah strategis kebangsaan.

Dahnil mengatakan Prabowo berharap para pemimpin di Indonesia selalu kompak, rukun, guyub memikirkan dan bekerja untuk kepentingan rakyat terlepas dari perbedaan pandangan dan sikap politik yang ada. Rencana Prabowo itu pun menimbulkan pro dan kontra.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga menilai rencana Prabowo itu dibentuk karena dua kemungkinan.

Pertama, Prabowo ingin menciptakan stabilitas politik dengan merangkul seluruh kalangan melalui tokoh-tokoh bangsa. Prabowo, kata dia, menginginkan agar roda pemerintahannya di masa depan tidak diwarnai huru-hara politik alias mencari posisi dan jalan yang aman.

Apalagi para Presiden terdahulu memiliki pendukung dan partai. Dengan demikian, Prabowo kemungkinan berharap segala bentuk kebijakannya tidak akan diwarnai banyak penolakan.

"Seperti pengaruh politik dari presiden terdahulu dapat disatukan. Setidaknya pengikut presiden terdahulu tidak rewel karena melihat pimpinannya rukun kan, itu akan menguntungkan Prabowo, jelas," kata Jamil saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (6/5).

"Sehingga harapannya, kritik yang sifatnya sangat tajam terhadap Pak Prabowo dapat diminimalisir," imbuhnya.

Kedua, Prabowo benar-benar ingin berbagi dan berburu pengalaman presiden terdahulu dengan tujuan dapat mengoptimalkan tugas dan fungsinya sebagai presiden atau setidaknya Prabowo dapat terhindar dari kekurangan presiden terdahulu.

Ia mengatakan pengalaman presiden terdahulu dapat digunakan Prabowo untuk menyusun kabinet dan prioritas program mereka.

"Dengan begitu, kabinet yang disusun akan relatif ideal dan program kerjanya lebih tepat sasaran," kata Jamil.

Namun demikian, Jamil beranggapan poin utama pembentukan Presidential Club tak lain adalah siasat Prabowo untuk mengamankan dan menyukseskan pemerintahannya selama periode 2024-2029 mendatang.

Prabowo menurutnya masih memiliki sejumlah kekhawatiran apabila pemerintahannya ke depan akan diwarnai penolakan oleh sejumlah tokoh bangsa yang memiliki posisi kuat, misalnya Presiden ke-5 sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Jamil mengatakan PDIP memang beberapa kali menunjukkan sikap untuk membuka peluang bertemu dengan Prabowo. Namun di sisi lain, sinyal PDIP untuk berada di jalur oposisi juga tak kalah kuat.

Sehingga Prabowo menurutnya akan berupaya merangkul PDIP. Salah satu caranya adalah melalui Megawati dengan pertemuan Presidential Club.

"Namun untuk mewujudkan Presidential Club tentu tidak mudah. Sebab, untuk pak SBY, Bu Mega, dan Pak Jokowi tampaknya sulit disatukan dalam wadah tersebut," jelasnya.

Di sisi lain, mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu juga beranggapan kendati pembentukan Presidential Club memiliki niat baik untuk merangkul semua kalangan, namun pembentukan forum itu juga tetap akan menimbulkan sejumlah mudarat.

Yang paling kentara menurutnya adalah pengaruh demokrasi Indonesia. Sebab proses check and balances menurut Jamil bakal tergerus.

Apabila seluruh pihak bersatu dalam sebuah wadah tanpa ada pihak yang mengkritik, maka dikhawatirkan kebijakan pemerintah selanjutnya akan lebih sedikit memihak kepada rakyat.

"Sehingga saya khawatir demokrasi di Indonesia ini malah tergelincir. Padahal rakyat berharap oposisi itu harus ada dan seharusnya semakin kuat dari pemerintahan pak Jokowi sebelumnya," ujar Jamil.

Jamil pun menyoroti bagaimana DPR sebagai lembaga legislatif di pemerintahan Jokowi justru menjadi lembaga stempel yang meloloskan sejumlah Undang-undang yang kontroversial dan dianggap bermasalah oleh sejumlah rakyat.

"Dan Justru Pak Prabowo dengan rencana Presidential Club seakan ingin mengikuti jejak pemerintahan Pak Jokowi kembali," imbuh Jamil.

Senada, Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai Presidential Club akan menimbulkan sistem check and balances di Indonesia semakin terdegradasi.

"Mudharatnya, demokrasi ini akan ada dalam alarm kuning. bahwa check and balances menjadi lemah. Juga saya kira memang tidak ada urgensinya, tidak usah bikin Presidential Club, cukup telepon, ngopi, minta pendapat, selesai," kata Adib kepada CNNIndonesia.com, Senin (6/5).

Kendati harus diakui merangkul seluruh pihak adalah hal yang baik. Adib pun mengapresiasi apabila tujuannya untuk menciptakan kerukunan Indonesia di masa depan.

Namun menurutnya sulit bagi oposisi duduk satu meja dengan pemerintah, dan mereka akan tetap melawan atau mengkritik di lain kesempatan. Sebab menurutnya politik di Indonesia mayoritas bersifat transaksional.

PDIP misalnya ketika memilih menjadi oposisi, maka mereka akan sulit menunjukkan taring mereka apabila Megawati berada dalam forum yang sama dengan Prabowo.

"Jadi nanti check and balances akan semakin berkurang," jelasnya.

Kondisi itu menurutnya akan menimbulkan sentimen negatif dari sejumlah masyarakat Indonesia. Rakyat menurutnya akan semakin sulit percaya kepada pemerintahan apabila tidak ada pihak kuat yang menjadi oposisi dan penyeimbang.

"Ketika itu terjadi, jika tidak ada oposisi, maka saya berharap output kebijakan publik berpihak kepada rakyat," ujar Adib.

Lebih lanjut, Presidential Club menurutnya memiliki tugas atau peran yang mirip dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sehingga urgensinya memang tidak ada kendati tetap sah apabila dibentuk.

Oleh sebab itu, Adib menilai rencana pembentukan Presidential Club hanya sebagai satu dari sejumlah siasat Prabowo.

Yang paling utama menurutnya adalah Prabowo menginginkan jalan pemerintahannya nanti beriringan dengan praktik politik Indonesia yang tenang. Prabowo menurutnya ingin menciptakan stabilitas politik melalui pembentukan forum presiden tersebut.

Atau dengan kata lain, Prabowo berupaya meminimalisir perbedaan politik dan oposisi selama masa jabatannya.

"Saya melihat bahwa kentaranya memang untuk menciptakan stabilitas politik yang tenang dan menekan oposisi. Karena kalau semua dirangkul, mengeksekusi kebijakan lebih mudah," kata dia.

Adib juga menyoroti ada potensi misi khusus Prabowo dalam rencana pembentukan Presidential Club. Ia berpendapat, Prabowo berupaya menjembatani hubungan Presiden Jokowi dan Megawati yang kini memanas terutama pasca Pilpres 2024.

"Saya juga melihat ini sebenarnya gelagat untuk dalam tanda kutip mengislahkan Pak Jokowi dan Bu Megawati yang lagi keras dan panas," kata dia.

Namun demikian, Adib berpandangan sulit bagi Megawati untuk berada satu wadah dengan SBY terutama Jokowi. PDIP dan Megawati menurutnya masih terluka dengan sikap Jokowi saat Pilpres 2024. Sementara untuk SBY, hingga kini pun Megawati belum benar-benar menunjukkan rekonsiliasi.

Di sisi lain, Adib juga menilai PDIP dapat menggunakan kesempatan pembentukan Presidential Club untuk 'mendekati' Prabowo. Sebab PDIP pun sudah mengatakan mereka tidak memiliki masalah dengan Prabowo dan partainya, Gerindra.

"Jadi menurut saya, PDIP bisa saja balas dendam dalam tanda kutip bilang ke pak Prabowo untuk tinggalkan Pak Jokowi, dan PDIP bersama Bu Mega dan Pak Prabowo bisa bareng," ujar Adib.

Kembali ke halaman sebelumnya