Kembali ke halaman sebelumnya

Dilema Sepak Bola Hong Kong, dari Lagu Kebangsaan hingga Hubungan dengan China

kompas.com 2 jam yang lalu

HONG KONG, KOMPAS.com - Pada 1 Januari 2024 Hong Kong mengalahkan China dalam pertandingan sepak bola untuk kali pertama dalam 30 tahun.

Nama tim sepak bola Hong Kong berubah pada 2023 dan di tengah meningkatnya kendali wilayah tersebut dari Beijing, telah memunculkan spekulasi bahwa kancah independensi sepak bola di negara bekas jajahan Inggris itu tinggal menghitung hari.

"Tidak dapat dihindari bahwa suatu saat nanti Asosiasi Sepak Bola Hong Kong (HKFA) tidak lagi menjadi anggota independen FIFA," ujar Mark Sutcliffe, Ketua HKFA dari tahun 2012 sampai 2018, kepada BBC Sport.

"Itu hanya masalah waktu."

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenangan terbaru Hong Kong atas China bukanlah kemenangan terbesar mereka.

Keberhasilan itu pernah terjadi pada Mei 1985 ketika menang 2-1 di babak kualifikasi Piala Dunia dan mengejutkan 80.000 penonton di Stadion Pekerja Beijing.

"Semua penggemar sepak bola di Hong Kong mengetahui hal itu, meskipun banyak dari kami yang belum lahir pada waktu itu," kata penggemar sepak bola, Kei Leung.

"Itu adalah salah satu malam terbaik dalam sejarah kami."

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejadian itu kurang membekas di China, pasalnya kekalahan tersebut memicu kerusuhan dan pengunduran diri pelatih kepala dan presiden Asosiasi Sepak Bola China.

Sebelum pertandingan, Hong Kong—yang saat itu masih menjadi koloni Inggris—menyanyikan God Save the Queen sebagai lagu kebangsaan mereka.

Kebiasaan tersebut berubah pada 1997 saat Inggris menyerahkan kendali kepada Beijing. Sebagai bagian dari perjanjian itu, China berjanji untuk mempertahankan kebebasan dan status Hong Kong sebagai "Wilayah Administratif Khusus" di bawah pendekatan "satu negara, dua sistem" selama 50 tahun ke depan.

Sementara itu, sepak bola telah menjadi arena di mana sejarah demokrasi liberal Hong Kong dan tradisi otoriter di China daratan saling berbenturan.

Ketika kendali Beijing semakin ketat, pertandingan di Hong Kong menjadi salah satu dari sedikit jalan yang tersedia bagi warga setempat untuk mengekspresikan perasaan mereka.

"Sepak bola adalah pilihan yang alami bagi banyak orang," ucap Leung.

"Ini lebih penting dibandingkan olahraga lainnya."

Pentingnya sepak bola menjadi jelas setelah Gerakan Payung atau Umbrella Movement pada 2014, ketika serangkaian aksi protes pro-demokrasi yang berlangsung di pusat keuangan terpenting di dunia ini.

Gerakan tersebut dikenal dengan Umbrella Movement setelah para pengunjuk rasa menggunakan payung untuk melindungi diri dari gas air mata dan semprotan merica yang digunakan polisi.

Aksi protes ini dipicu oleh keputusan Beijing yang hanya mengizinkan kandidat yang telah mendapatkan persetujuan yang bisa mengambil bagian dalam pemilu tahun 2017 untuk kemudian memimpin Hong Kong.

Pada 2015 Hong Kong menjamu China di babak kualifikasi Piala Dunia 2018 dan beberapa pendukung tuan rumah mencemooh lagu mereka sendiri, yang sekarang dibagikan kepada pihak oposisi, berjudul The March of the Volunteers.

Beberapa orang juga tampak mengangkat poster bertuliskan "Hong Kong bukan China". Atas tindakan itu, Asosiasi sepak bola setempat didenda oleh FIFA.

Ketua HKFA dari tahun 2012 sampai 2018, Mark Sutcliffe, menilai tidak semua yang datang saat pertandingan adalah penggemar sepak bola.

"Tidak diragukan lagi, pertandingan internasional memberikan platform bagi warga Hong Kong untuk menyuarakan rasa frustasi mereka," tambahnya.

"Ejekan terhadap lagu kebangsaan China memberikan publisitas besar bagi mereka. Jumlah penonton meningkat dan banyak orang datang ke pertandingan yang dalam keadaan normal, tidak akan pernah menonton pertandingan sepak bola."

perbesar foto

perbesar foto

perbesar foto

perbesar foto

Kembali ke halaman sebelumnya