Kembali ke halaman sebelumnya

Xi Jinping Mau 'Turun Gunung', Israel & Iran Bakal Damai?

cnbcindonesia.com 11 jam yang lalu

Jakarta, CNBC Indonesia - Peran China dalam konflik terbaru Israel-Iran menjadi sorotan. Ini terjadi setelah Menteri Luar Negeri China Wang Yi, mengambil sikap dalam menyoroti konflik terbaru antara Teheran dan Tel Aviv, dalam panggilan telepon dengan kompatriotnya, Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian.

Selama panggilan telepon tersebut, Hossein memberi pengarahan kepada Wang Yi tentang serangan tanggal 1 April terhadap gedung konsuler kedutaan Iran di ibu kota Suriah, Damaskus. Serbuan ini, menurut Teheran, memicu serangan udara ke Tel Aviv, dengan Iran menuding Israel dalang dari serangan ini.

"Dewan Keamanan PBB tidak mengambil tindakan yang diperlukan terhadap serangan ini dan bahwa Iran mempunyai hak untuk membela diri dalam menanggapi pelanggaran kedaulatannya," menurut sebuah pembacaan yang dirilis Xinhua dan dituliskan oleh AFP.

Meski begitu, Hossein mengatakan Iran "bersedia menahan diri" dan tidak berniat meningkatkan ketegangan lebih lanjut. Ia menambahkan bahwa situasi regional saat ini sangat sensitif, dengan Amerika Serikat (AS) yang disebut akan membela Israel.

"Kami memperingatkan Gedung Putih bahwa serangan lebih lanjut terhadap kepentingan atau keamanan Iran akan mengundang tanggapan yang tegas, segera dan ekstensif," tambahnya.

Sementara itu, Wang Yi mengatakan Beijing mengutuk keras dan dengan tegas menentang serangan terhadap gedung konsulat Iran. Ia menyebut China menganggapnya sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan tidak dapat diterima.

"China menghargai tekanan Iran untuk tidak menargetkan negara-negara regional dan tetangga serta penegasannya untuk terus menerapkan kebijakan bertetangga yang baik dan bersahabat," tutur Wang mengutip Xinhua.

"Diyakini bahwa Iran dapat menangani situasi ini dengan baik dan menghindari kekacauan lebih lanjut di kawasan sambil menjaga kedaulatan dan martabatnya sendiri."

China, yang secara historis bersimpati pada perjuangan Palestina, juga menyerukan gencatan senjata di Gaza sejak perang dimulai ketika militan Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober.

Serangan itu mengakibatkan kematian 1.170 orang di Israel, sebagian besar warga sipil. Di sisi lain, serangan balasan Israel ke Gaza telah menewaskan sedikitnya 33.797 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak.

"China juga bersedia menjaga komunikasi dengan pihak Iran dan bersama-sama mendorong penyelesaian masalah Palestina secara komprehensif, adil dan langgeng," tambah Wang.

Kemampuan China 'mendamaikan' Timur Tengah
Sikap dan pernyataan Wang ini menimbulkan pertanyaan mengenai seberapa besar pengaruh China terhadap Iran dan apakah Beijing bersedia mengubah modal politiknya menjadi pengaruh.

Asisten profesor di Universitas Groningen, Belanda, William Figueroa, menyebut Beijing memiliki pengaruh besar terhadap Iran, utamanya dari segi perdagangan. Namun dalam praktiknya, sulit bagi China untuk menggunakan pengaruh ini untuk mempengaruhi perilaku Iran.

"Mempersenjatai hubungan perdagangan ini, terutama dengan cara yang mencolok, akan melemahkan strategi regional yang lebih besar dalam mengembangkan hubungan ekonomi yang erat di seluruh negara-negara Selatan," katanya.

Beijing telah memperluas jejak ekonomi dan politiknya di Timur Tengah. Dalam beberapa tahun terakhir, Presiden Xi Jinping berjanji untuk"menyumbangkan kebijaksanaan China dalam mempromosikan perdamaian dan ketenangan di Timur Tengah sebagai alternatif terhadap tatanan keamanan yang dipimpin Barat.

Tahun lalu, Beijing menjadi perantara pemulihan hubungan bersejarah antara Arab Saudi dan Iran, dua rival lama di kawasan ini.

Namun mengekang Teheran dalam konflik yang sedang berlangsung bisa menjadi tugas yang lebih sulit bagi. Sebab, hubungan antara Beijing dan Teheran sudah tegang karena kurangnya investasi di Iran meskipun China berulang kali berjanji.

"Meskipun mereka senang berperan dalam perundingan, kenyataannya mereka tidak memiliki kekuatan koersif yang nyata di kawasan dan tetap tertarik pada inisiatif perdagangan dan diplomasi," tambah Figeroa.

"Mereka menyadari hal ini dan tidak ingin memaksakan diri seperti yang mereka yakini telah dilakukan oleh Amerika Serikat (AS)."

Bela Iran?
Yun Sun, direktur program China di lembaga pemikir Stimson Center yang berbasis di Washington, mengatakan Beijing enggan mengutuk Iran atas serangan balasannya karena mereka melihat Teheran sebagai korban.

"Saya pikir China sangat bersimpati kepada Iran mengingat pengalaman mereka sendiri ketika AS mengebom kedutaan China di Beograd. Itu sebabnya China tidak mengutuk Iran," kata Sun.

Selama serangan udara NATO di bekas Yugoslavia pada tahun 1999, pilot Barat menyerang Kedutaan Besar China di Beograd, menewaskan tiga jurnalis Negeri Tirai Bambu.

Bill Clinton, Presiden AS saat itu, meminta maaf kepada pemimpin China ketika itu, Jiang Zemin., dan menyebut pemboman tersebut sebagai "kecelakaan tragis" yang diakibatkan oleh kesalahan intelijen.

Sementara itu, Beijing mengecam serangan tersebut sebagai "tindakan barbar," dan protes pun terjadi di luar kompleks diplomatik AS di seluruh China.

"Bagi China, seandainya AS memberikan tekanan yang cukup terhadap Israel, serangan Israel maupun pembalasan Iran tidak akan terjadi. Untuk memberikan tekanan terhadap Iran, yang pada awalnya dipandang sebagai korban, adalah tidak masuk akal," tambah Sun.

Kembali ke halaman sebelumnya