Kembali ke halaman sebelumnya

Ngerinya Kekerasan Berlatar Arogansi Senioritas di STIP, Tradisi yang Tak Benar-benar Hilang

kompas.com 16 jam yang lalu

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kekerasan yang kembali terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Marunda, Jakarta Utara, seolah menjadi 'penyakit' yang tak juga sembuh.

Salah satu alumni STIP mengungkapkan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap junior di sekolah kedinasan itu sudah seperti tradisi atau budaya.

"Di berita, Ketua STIP bilang enggak ada kekerasan di dalam kampus. Tapi, kenyataannya, di dalam STIP masih ada perpeloncoan setiap hari yang siswanya enggak berani berkoar-koar di luar," ungkap salah satu alumni yang tak ingin identitasnya diketahui, Selasa (7/5/2024).

Parahnya, tindak kekerasan yang dilakukan begitu mengerikan sehingga bisa membahayakan nyawa korban kekerasan.

Salah seorang alumni STIP lainnya yang ditemui Kompas.com mengaku pernah mendapatkan beberapa tindak kekerasan di STIP.

Alumni tersebut mengaku disundut rokok hingga mengakibatkan luka bakar.

"Saya dulu aja waktu praktik kena kekerasan sama alumni STIP, kepala saya disundut rokok," kata alumni yang tak mau disebutkan namanya itu, Selasa.

Kerasnya tindak kekerasan yang dilakukan oleh senior membuat salah satu mantan taruna STIP tak mau lagi melanjutkan pendidikannya di kampus tersebut.

Pasalnya, ia mengaku tak kuat dengan senioritas selama masa pendidikan.

"Sharing dari cerita teman tiga tahun lalu, bela-belain gap year buat ngejar masuk situ (STIP), udah masuk satu tahun benar-benar enggak ada kabar. Pas cerita lagi, dia keluar dari sana karena benar-benar enggak kuat sama seniornya," kata narasumber lain yang juga tak mau disebut namanya.

Katanya, selama menjalani pendidikan, taruna tersebut pernah dipaksa oleh senior untuk menelan duri ikan.

Kemudian, tangan taruna tersebut kerap dibuat terluka oleh seniornya.

"Dia cerita banyak tapi intinya pernah disuruh nelan duri ikan, tangan dia sering luka gara-gara garpu yang diselipin di jari, terus sama seniornya sengaja ditarik. Jadi, kaya kegesek gitu," sambungnya.

Tak hanya itu, mantan taruna STIP tersebut juga mengaku pernah diperintah senior untuk mencuri jas atau baju milik teman sekamarnya secara diam-diam.

Salah satu mantan taruna STIP bernama Arman (bukan nama sebenarnya) mengaku kerap menghadapi perpeloncoan selama delapan bulan mengemban pendidikan di STIP, sampai akhirnya ia mengundurkan diri karena difitnah salah satu kakak tingkatnya.

Arman bercerita bahwa kekerasan fisik kerap dilakukan senior terhadap junior dengan maksud mengetes daya tahan tubuh.

"Dipukul perut, dipukul pipinya. Saya lupa satu lagi apa. Dan bagi mereka, itu hal yang biasa. Kayak, taruna itu harus siap dipukul perutnya, pipinya, kapan pun,” ungkap Arman saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa.

Suatu ketika, saat tengah berbaris, Arman mengaku pernah mendapatkan sabetan dari benda yang dia tidak ingin disebutkan namanya.

Saat pertama kali mendapatkan sabetan itu, Arman mengaku kesakitan dan perih sekali.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, karena hampir setiap malam biasa menerima sabetan itu, Arman mengaku sempat mati rasa.

“Sampai saya merasa mati rasa, ya sudah, 'oh gini doang'. Terus, saya dijadikan contoh. Misal, yang lain masih kesakitan, terus, 'contohkan bagaimana enggak sakit'. Ya sudah, diam saja disabet. Karena sudah saking biasanya ya," tutur Arman.

Adapun Arman menyebut perpeloncoan di STIP sudah dianggap menjadi hal yang biasa karena saking seringnya.

Perpeloncoan itu meliputi menyiapkan seragam senior, menghafal nama senior, lari setiap saat dan sebagainya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika hal-hal yang diperintahkan senior tidak dilakukan, itu bisa berujung pada tindak kekerasan.

Kembali ke halaman sebelumnya