Kembali ke halaman sebelumnya

Jejak Duo Legislator di Korupsi APD

detik.com 17 jam yang lalu

INVESTIGASI

Politikus Senayan Fadel Muhammad dan Ihsan Yunus diduga terlibat dalam pusaran kasus korupsi APD COVID-19.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Senin, 29 April 2024

Nama Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Fadel Muhammad disebut dalam sebuah rapat lintas pemangku kebijakan pada 22 Mei 2020. Rapat itu membahas potensi korupsi dari pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19, menindaklanjuti hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Konstruksi hukumnya sudah jelas, paparannya sudah sangat jelas. Hanya menambahkan sedikit, Satrio sebagai direktur utama, terdapat beberapa wakil Senayan yang diduga keras berhubungan dengan dia, yaitu (salah satunya) Fadel Muhammad,” ujar seorang perwakilan dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, sebagaimana tertera dalam risalah rapat yang didapatkan detikX.

Satrio Wibowo, direktur PT Energi Kita Indonesia (EKI), kini telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka rasuah. Begitu juga dengan distributor APD lainnya, yakni direktur PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik, dan mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Pusat Krisis (Puskris) Kesehatan Kemenkes bernama Budi Sylvana.

Empat tahun lalu, dalam rapat yang digelar di lantai 15 gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu, Sekretaris Jaksa Agung Muda Intelijen dan Direktur Tipikor Mabes Polri berpendapat hasil audit untuk pengadaan APD tahap pertama sudah memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi. Namun para pihak sepakat untuk menindaklanjuti secara ‘soft’ melalui aparat pengawasan intern pemerintah. Aparat penegak hukum baru akan bergerak jika ada pembangkangan.

Korupsi yang dimaksud adalah ketidakwajaran harga jual APD yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 625 miliar. Angka ini merupakan selisih dari jumlah tagihan PT PPM dan PT EKI kepada Kemenkes dengan harga yang dianggap wajar, yaitu harga beli dari produsen ditambah margin keuntungan 15 persen. PT PPM tidak membeli langsung kepada produsen, tapi melalui PT EKI, padahal PT EKI tidak memiliki izin penyalur alat kesehatan.

Fadel Muhammad diduga berperan dalam proses penagihan bayar. Ia diperiksa oleh penyidik KPK pada 25 Maret lalu. Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan Fadel hadir sebagai saksi. “Terkait penagihan kekurangan pembayaran yang mengatasnamakan salah satu pihak swasta yang turut mengerjakan pengadaan APD di Kemenkes. Penagihan kepada pihak panitia pengadaan (Kemenkes),” ujar Ali kepada detikX.

Menurut sumber detikX di kalangan internal KPK, pihak swasta yang dimaksud tersebut adalah PT EKI. Fadel merupakan ayah Fauzan Fadel, yang saat itu menjabat komisaris PT EKI. Satrio diduga menggunakan pengaruh jabatan ayah Fauzan untuk menagih pembayaran Puskris Kemenkes.

Berdasarkan risalah rapat 22 Mei 2020, ada kesan di antara para pemangku kebijakan bahwa PT EKI menagih utang kepada Puskris dengan tekanan. Inspektur Utama BNPB saat itu mengatakan, “Untuk menghentikan teror, segera bereskan utang ke PT EKI. Untuk hasil audit, normalnya PPK menyerahkan ke penyedia, tetapi dalam hal ini saya tidak yakin Pak Budi (Sylvana) sanggup menghadapi sendiri PT EKI/Satrio, sehingga dalam pertemuan dengan PT PPM kita ketemu seperti ini supaya tidak beringas.”

detikX menanyakan kepada Budi Sylvana, apa maksudnya ‘beringas’. “Sering marah-marah, sering berontak. Dia kan saya putusin (kontrak) nggak mau. Saya minta turunin harga nggak mau,” Kata Budi saat ditemui pada 9 Januari lalu.

Budi tak menyebut soal Fadel, tetapi pengacaranya, Ali Yusuf, mengatakan kliennya pernah dipanggil oleh Fadel. “Pak Budi tidak pernah cerita soal peran Fadel. Saya tahunya ketika mendampingi beliau saat diperiksa sebagai tersangka. Penyidik tanya, ‘Bapak benar dipanggil Fadel?’ Dia jawab, ‘Benar, Pak’,” ungkap Ali Yusuf kepada detikX dua pekan lalu.

Sementara itu, Satrio Wibowo mengaku pernah meminta bantuan Fadel untuk menagih pembayaran, tapi ke PT PPM alih-alih Budi Sylvana. “Jadi itu kita minta penagihannya ke Permana. Saya cerita, kita masih ada uang nyangkut di PT PPM. Kami bertemu dengan Pak Fadel dan PT PPM di rumah Pak Fadel di Patra (Kuningan),” kata Satrio menjelaskan pertemuan pada 2020 itu.

Ia juga mengakui berkonsultasi dengan Fadel lantaran politikus Partai Golkar itu bapaknya Fauzan sehingga mudah diakses. Satrio juga kader PDI Perjuangan dan seorang mantan caleg. “Kita sebagai anak muda ya tanya saja sama yang senior, kan? Sebatas konsultasi saja. Nggak ada dia menekan-nekan. Nggak ada cawe-cawe. Nggak ada sepeser pun dia dapat,” ujarnya saat ditemui detikX, Jumat, 26 April 2024.

Fadel sendiri membantah soal ia memanggil Budi Sylvana untuk menagih pembayaran. “Tidak benar itu,” katanya kepada detikX.

Ia mengiyakan perihal anaknya, Fauzan, berkonsultasi dengannya terkait masalah belum bayar. Namun, kata Fadel, ia langsung bertanya kepada Kepala BPKP dan mendapat informasi mengenai persoalan yang menimpa PT EKI, yaitu markup harga. Oleh BPKP, Fadel diminta tidak membantu anak-anaknya.

“Saya selalu bantu pengusaha-pengusaha muda. Tapi kemudian Kepala BPKP mengatakan 'jangan', maka saya tidak meneruskan bantuan tersebut. Kemudian anak saya yang sebagai komisaris saya suruh tarik dirinya, jangan terlibat sama sekali," pungkas Fadel.

Ihsan Yunus
Satu lagi nama yang mencuat dari kasus ini adalah anggota Dewan Ihsan Yunus. Ia tidak muncul dalam risalah rapat mana pun, tetapi sumber detikX di kalangan internal KPK menyebutkan Ihsan tergabung dalam sebuah grup WhatsApp pengadaan APD. Selain itu, ia diduga ada hubungannya dengan kepemilikan PT PPM.

Ali Fikri tidak mengiyakan atau membantah informasi tersebut. “Kami masih mendalami hal tersebut,” ujarnya.

detikX telah berupaya menghubungi Ihsan melalui pesan singkat dan telepon, tetapi belum ada respons. Penyidik KPK memeriksa Ihsan baru-baru ini, yaitu pada 18 April 2024, di gedung Merah Putih KPK. Ia irit bicara saat ditanyai wartawan setelah diperiksa, hanya mengiyakan bahwa dirinya telah diperiksa untuk kasus korupsi APD. “Tadi (diperiksa) Kemenkes ya, penanganan APD,” kata Ihsan.

Soal tergabungnya Ihsan Yunus dalam grup WhatsApp itu justru dikonfirmasi oleh Satrio Wibowo. Kata Satrio, Ihsan Yunus tidak ada sangkut pautnya dalam perkara ini. Ia hanya kebetulan berada di grup WhatsApp untuk berbagi informasi yang dimilikinya sebagai anggota Dewan tentang pengadaan APD. Selain karena Satrio mengenalnya sebagai kakak kelasnya di SMA.

“Dia senior saya. Pada saat itu dia anggota DPR, Komisi VIII. Kami sharing informasi aja. Kebetulan ada di sebuah grup WhatsApp waktu itu, kami ngomongin masalah APD. Kami mencari informasi, ini ada dari Korsel begini. Kan pada saat kita mau membebaskan ekspor itu koordinasinya cukup lumayan. Diskusi sama Menlu, Mendag, dan Doni Monardo,” tutur Satrio.

Pembebasan ekspor yang disebut Satrio sebetulnya awal mula PT EKI masuk ke rantai pasok. Awalnya PT PPM tidak bisa mengambil APD dari produsen PT Yoon Shin Jaya karena sudah siap diekspor dan disegel oleh Bea-Cukai. Gugus Tugas Nasional memerintahkan TNI mengambil APD tersebut untuk memenuhi kebutuhan nasional. Pada saat barang diambil oleh Gugus Tugas, terjadi perdebatan antara Gugus Tugas dan Yoon Shin mengenai siapa yang memesan dan membayar APD. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Yoon Shin menunjuk Satrio dari PT EKI sebagai authorized seller, sehingga seluruh APD menjadi milik PT EKI.

Sementara itu, direktur PT PPM Ahmad Taufik tidak bersedia diwawancarai seputar peran dan keberadaan Ihsan Yunus di perusahaannya. Ini menurut pengacaranya untuk urusan perdata, Donal Fariz. “Sudahlah, dia merugi karena barang (APD) nggak diserap dan dibayar. Malah dijadikan tersangka pula. Itu yang menjadi beban sekali untuk beliau. Mohon dipahami kondisinya, ya” kata Donal kepada detikX.

Kembali ke halaman sebelumnya