Kembali ke halaman sebelumnya

MK soal Gibran: Jabatan Wapres Tak Ditunjuk, Bukan Nepotisme

cnnindonesia.com 1 hari yang lalu
Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa jabatan Wakil Presiden (Wapres) bukan posisi yang diangkat atau ditunjuk, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai nepotisme.

Hal ini disampaikan oleh Hakim Daniel Yusmic yang menolak dalil pemohon terkait nepotisme dukungan presiden Joko Widodo terhadap pencalonan putranya, Gibran sebagai calon Wakil Presiden di Pilpres 2024.

Pemohon mendalilkan bahwa tindakan Presiden yang menyetujui dan mendukung putranya tersebut merupakan pelanggaran atas Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999; serta Pasal 282 UU Pemilu.

Untuk membuktikan dalilnya, pihak terkait mengajukan alat bukti berupa keterangan ahli Edward Omar Sharif Hiariej. Namun karena pemohon tidak menguraikan lebih lanjut dan tidak membuktikan dalilnya, maka MK tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran dalil tersebut.

"Adapun jabatan yang dikategorikan sebagai nepotisme adalah jabatan yang pengisiannya dilakukan dengan cara ditunjuk/diangkat secara langsung. Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme," katanya di Ruang Sidang Pleno MK, Gedung MK RI, Jakarta, Senin (22/4).

MK menilai bahwa dalil yang diajukan pemohon tidak tepat karena jabatan Wapres adalah posisi yang diisi melalui pemilihan umum, bukan pengangkatan langsung.

MK juga mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XII/2015 yang telah menghapus syarat tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana dalam pemilihan kepala daerah, yang dianggap relevan untuk kasus ini.

Di samping itu, terkait dengan ketentuan Pasal 282 UU Pemilu, setelah dicermati oleh Mahkamah, tidak berkenaan dengan proses pencalonan yang berhubungan dengan nepotisme.

Dengan demikian, MK berpendapat bahwa dalil pemohon mengenai pelanggaran atas ketentuan hukum yang disebutkan tidak beralasan menurut hukum, karena jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme.

Kembali ke halaman sebelumnya