Kembali ke halaman sebelumnya

Rusia Tutup Badan PBB yang Awasi Program Nuklir Korea Utara

cnnindonesia.com 1 jam yang lalu
Jakarta, CNN Indonesia --

Rusia baru-baru ini telah menutup panel ahli PBB yang selama bertahun-tahun memantau sanksi terhadap Korea Utara, salah satunya program senjata nuklirnya. 

Panel tersebut pekan lalu mengatakan pihaknya sedang menyelidiki laporan bahwa Rusia melanggar peraturan dengan membeli senjata Korea Utara seperti rudal balistik untuk digunakan di Ukraina.

Dewan Keamanan PBB telah menjatuhkan serangkaian sanksi terhadap Pyongyang sejak tahun 2006 karena program senjata nuklirnya.

Seperti dikutip BBC, pembatasan tersebut masih berlaku, namun kelompok ahli yang dibentuk untuk memantau pelanggaran kini akan dibubarkan Rusia.

Dalam pemungutan suara Dewan Keamanan PBB pada Kamis (28/3), Rusia menggunakan hak vetonya sebagai anggota tetap untuk memblokir pembaruan tersebut, sementara 13 dari 14 negara anggota lainnya yang hadir memberikan suara mendukungnya. China, sekutu terdekat Pyongyang, memilih abstain.

Blokir yang dilakukan Rusia memicu gelombang kecaman dari AS, Inggris, Korea Selatan, dan sekutu Barat lainnya dan terjadi setelah satu tahun pertemuan publik tingkat tinggi antara Moskow dan para pemimpin Pyongyang.

Ini adalah pertama kalinya Rusia memblokir panel tersebut, yang telah diperbarui setiap tahun oleh Dewan Keamanan PBB selama 14 tahun.

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan di media sosial bahwa veto Rusia sama saja dengan 'pengakuan bersalah' karena menggunakan senjata Korea Utara dalam perang.

Amerika Serikat, Inggris dan Perancis mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa Rusia membungkam badan pengawas tersebut, karena mereka mulai melaporkan pelanggaran peraturan yang dilakukan Moskow, khususnya pembelian senjata dari Korea Utara untuk medan pertempuran di Ukraina.

Sementara itu, perwakilan Korea Selatan di PBB mengkritik sikap Rusia yang "egois dan buta" dan mengatakan bahwa Rusia tidak mempunyai pembenaran "untuk membubarkan para penjaga" rezim sanksi tersebut.

"Ini hampir sama dengan menghancurkan CCTV agar tidak tertangkap basah," kata Duta Besar Hwang Joon-kook.

Rusia secara konsisten membantah menggunakan senjata Korea Utara dan perwakilannya di PBB kembali menampik tuduhan tersebut pada hari Kamis. Wakil Rusia di PBB, Vasily Nebenzia, juga berpendapat panel ahli tidak memiliki nilai tambah.

"Panel terus fokus pada hal-hal sepele yang tidak sepadan dengan masalah yang dihadapi semenanjung," kata Nebenzia, yang juga menambahkan bahwa sanksi telah memberikan beban berat pada rakyat Korea Utara.

Sejak 2019, Rusia dan China berupaya membujuk Dewan Keamanan PBB untuk meringankan sanksi terhadap Korea Utara.

Dewan Keamanan pertama kali menjatuhkan sanksi pada tahun 2006 sebagai tanggapan terhadap uji coba nuklir Korea Utara, dan sejak itu telah mengeluarkan 10 resolusi lagi yang memperkuat sanksi tersebut seiring dengan berlanjutnya aktivitas nuklir Pyongyang.

Namun rezim Kim Jong Un sebagian besar mengabaikan sanksi tersebut meskipun berdampak terhadap perekonomian. Pemimpin Korea Utara dengan cepat melanjutkan pengembangan senjata nuklir dan menerapkan strategi militer yang lebih agresif dan berbahaya dalam beberapa tahun terakhir.

Para ahli PBB mengatakan Korea Utara terus mengabaikan sanksi melalui peningkatan peluncuran uji coba rudal dan pengembangan senjata nuklir. Rezim tersebut meluncurkan satelit mata-mata tahun ini dengan teknologi yang diyakini disediakan oleh Rusia.

Kembali ke halaman sebelumnya