Kembali ke halaman sebelumnya

Raksasa Itu pun Tumbang

ayobandung.com 3 jam yang lalu

Oleh: Hadi AKS, Sastrawan

DENDAM telah terbayar tuntas. Stadion Abdullah bin Khalifa kembali jadi saksi saat keajaiban itu diciptakan. Kita kehilangan kata-kata  untuk menggambarkan dramatisnya pertandingan semi final Piala Asia U-23 antara Timnas Garuda versus Korea Selatan, yang berlangsung Jumat 25 April 2024 di Doha Qatar.

Prediksi para pengamat sepak bola dunia dibungkam, dan kemustahilan telah ditembus. Di medsos para netizen heboh. Park Han-seo mantan pelatih Vietnam yang selalu sinis dan memprediksi skuad Garuda kalah 0-3, atau Bung Towel yang terus nyinyir, kata netizen, pasti segera jatuh pingsan dan masuk UGD.

Marselino dkk menari selebrasi di sisi lapangan. Disambut sorak ribuan penonton di stadion. Nyanyian khas suporter “Yo ayo Indonesia! Aku ingin kita harus menang!” makin bergemuruh, seperti nyanyian sambutan bagi prajurit yang kembali dari medan perang. Ya, ini memang layaknya peperangan, seperti pertempuran Al Fatih menghancurkan Romawi Timur atau Daud yang menumbangkan raksasa Goliat di Lembah Elah.

Raksasa itu benar-benar tumbang. Timnas Garuda yang dianggap underdog mampu menjadi kuda hitam dan merobohkan raksasa Asia, Korea Selatan 2-2 (11-10) melalui adu penalti. Begitu fantastis. Di tempat-tempat nobar rakyat berpesta, melupakan negeri yang hukumnya tercabik. Melupakan sidang putusan MK dan penetapan presiden baru!      

Kalimat apa gerangan yang dibisikkan Shin Tae Yong di ruang ganti hingga para pemain begitu tenang, rileks, dan percaya diri. Taktik apa yang diterapkan Shin hingga permainan begitu indah disuguhkan. Tak ada rasa inferior dan ketakutan di dada Rizki Ridho dkk. Ini jauh dari sebutan tim underdog.

Nathan Tjoe tampak tenang mengatur ball possision dan membangun serangan. Rafael Struick di depan begitu nyaman berlari menyambut umpan, dan dua golnya melesak sangat indah, gol kelas Eropa. Di belakang, Rizki Ridho dan Justin Hubner amat kokoh. Blok Rizki di awal babak kedua adalah blok yang sangat mahal, karena 90% hampir saja menciptakan gol bagi Korsel. Lalu Justin Hubner, dia adalah bek badak yang tak bisa ditembus. Tak  ada satu pun pemain Korsel yang mampu melewati hadangannya. Saat striker Lee Young-Jun mencoba melabraknya dengan kasar di menit ke-68 awal babak kedua, Lee kena getahnya, diganjar kartu merah. Lee pun menangis.

Para pemain Korea Selatan sejak menit awal memang tampak gugup. Beban berat sebagai tim favorit juara, nama besar raksasa Asia, dan selalu menang di tiga pertandingan babak penyisihan, bagai menghantui kepala. Lihatlah eksprési para pemain, mereka tampak tegang, cemas, dan ketakutan. Lihat pula ekspresi coach Hwang Sun-hong di pinggir lapangan, berkali-kali kedua tangannya menyuruh para pemainnya untuk tenang tidak terburu-buru, hingga instruksinya yang dianggap berlebihan diganjar kartu merah di babak perpanjangan waktu, dia diusir wasit keluar lapangan. Lengkaplah penderitaan “Taeguk Warrior Muda”. 

Sepanjang 120 menit, ditambah adu penalti, jantung kita berdebar-debar. Keajaiban dan kemustahilan seolah tercipta setiap saat. Ketika pertandingan baru berjalan 7 menit, tendangan keras Lee Kang-hee menjebol gawang Ernando Ari, gol. Para pemain pun selebrasi berangkulan. Kita menghelas napas, terhenyak dan kecewa. Tapi apa gerangan yang terjadi kemudian? Wasit Shaun Evans segera di-call wasit VAR, beberapa detik kemudian dia menunjuk ke tengah lapang, menganulir gol karena offside.

Jutaan penonton di tanah air menarik napas lega. Melalui tayangan VAR, offside itu tipis sekali hanya setengah langkah. Luar biasa, beberapa keputusan Shaun Evans dari Australia patut kita puji di laga ini. Hey, apa kabar Nasrullo Kabirov? Apakah Anda menonton di layar TV?

Stadion pun meledak gemuruh saat Rafael Struick di menit ke-14 melesakkan tandangan melengkung ke sudut kiri  gawang Baek Jong Bum, dan gol. Lalu satu serangan balik di menit ke-31 yang dibangun dua pemain, Marselino dan Struick, melakukan taka-tiki di mulut gawang.

Umpan backheel Struick begitu cantik, sayang tendangan Marselino sedikit menyamping, hampir saja menjebol gawang Korsel. “Oh, nikmat Tuhan manakah yang kau dustakan, Marselino!” teriak Bung Ahay. Serangan kembali datang melalui Rio Fahmi, sayang tendangannya jauh melambung di atas gawang.

Bal possision yang apik, passing-passing pendek, dan serangan yang kadang hanya dibangun dua orang pemain, kita saksikan hampir di sepanjang pertandingan. Ini pemandangan yang tidak pernah kita saksikan sebelumnya saat bertemu Korsel. Lapangan tengah, medan pertempuran sesungguhnya yang harus dikuasai, bukanlah miliki skuad Ginseng. Nathan Tjoe dan Ivar Jenner-lah pemiliknya.

Counter attack dengan speed  khas Lee Kang-hee dkk baru kita lihat setelah salah satu pemain mereka Lee Yong-jun diganjar kartu merah. Kekurangan satu pemain tampaknya tidak menjadi kendala, malah merapatkan serangan mereka. Satu tembakan lambung dari sayap kiri, disundul Eom Jee-sung, memantul di kepala Komang Teguh, dan tak diduga Ernando Ari. Terciptalah gol balasan, 1-1.

Skor imbang ini hanya berlangsung beberapa menit. Di waktu tambahan babak pertama, satu umpan jauh Ivar Jenner, melambung ke mulut gawang, lalu disambut Struick melewati dua pemain, dan hanya satu sentuhan saja, dia melesakkan tembakan datar keras, dan gol, 2-1. Stadion kembali bergemuruh. Ini keajaiban yang lain!  

Memasuki babak kedua, kita menyangka pelatih Hwang Sun-hong akan menggubah taktik permainan dan serangan mereka akan menggila. Di balik kecemasan takut kalah, kita para penonton di tanah air menunggu, mana serangan bergelombang dan cepat khas skuad Raksasa Asia? Mana power dan speed kalian? Mana “sepak bola zombie” yang menakutkan seluruh timnas di Asia?

Syukurlah itu seakan sirna. Witan dkk malah yang terus menyerang. Kita terhenyak setelah tiga kali tembakan Struick tidak tepat sasaran dan satu tendangan Marcselino menyamping di awal babak kedua. Kegigihan Nathan dkk meyakinkan kita bahwa pertandingan ini akan segera berakhir dengan kemenangan 2-1 untuk Timnas Garuda.

Tapi drama itu ternyata belum berakhir. Di menit ke-83, lemparan bola dari penjaga gawang Baek Jong Bum ke depan, menjadi serangan balik mematikan. Bola disambut Hong Yun-sang, disodorkan umpan terobosan pada Jeong Sang Bin, dan Ernando Ari terkecoh, gol 2-2.

Emosi penonton kembali berguncang. Jangan-jangan di babak tambahan waktu kita akan kalah. 

Saat pertandingan berlanjut di ekstra time pada kedudukan sama kuat 2-2, kecemasan kita bertambah. Tambahan waktu 2 x 15 menit amat menegangkan, begitu cepat. Serangan bertubi-tubi skuad Garuda yang mendominasi pertandingan memeras emosi. Masuknya Kelly Sroyer dan Ramadhan Sananta menamabah daya gedor. Seluruh lapangan praktis dikuasai Nathan dkk, tapi gol tidak tercipta.

Ada yang mengherankan di babak extra time ini, mengapa Korsel mundur bertahan? Apakah karena kewalahan terus diserang bertubi-tubi atau mereka menginginkan adu penalti? Prediksi kedua ini yang mungkin muncul di benak penonton. Dan saat wasit meniup pluit panjang, jantung kita makin kencang berdegup. Kecemasan kembali menyergap. Selangkah lagi Indonesia masuk di partai bergengsi, semi final Piala Asia. Sejengkal lagi kita menorehkan sejarah! Ayo, hancurkan Korsel! Bisik seseorang pada layar televisi.

Adu penalti pun dimulai. Peristiwa dramatis kembali disuguhkan di tengah lapang. Tiap bola yang melesak ke gawang lawan dan gawang kita, bukan hanya benda kulit bundar yang meluncur ke dalam jaring. Tapi lesakan emosi, kegembiraan dan kekecewaan. Helaan napas kecemasan jutaan penonton di tanah air.

Titik-titik dramatis itu pun sempurna hadir di tengah pertandingan yang sarat emosi ini. Saat penendang Korsel gagal dan kita siap bersorak dengan tendangan Arkhan Fikri, eh ... sepakannya melenceng. Stadion bergemuruh. Gol demi gol tercipta. Lalu tendangan Justin Hubner bisa diblok, kita kembali kecewa.

Tapi Wasit Evans kembali menunjukkan kejeliannya. Penalti Hubner harus diulang karena kiper bergerak lebih dulu. Hubner kembali menendang dan gol. Skor terus bertambah. Kiper Baek lalu menunjukkan kebolehannaya menendang bola, sepakannya masuk, tapi langsung dibalas Ernando Ari yang sama melakukan tendangan penalti. Gol sesama kiper pun langsung terbayar. Ernando menjadi bintang di ajang gol-golan ini, dia brilian mampu memblok dua tendangan.

Lalu tibalah pada titik paling dramatis, saat Pratama Arhan penjadi ekskutor terakhir. Tembakannya keras melesak ke sisi kiri gawang, dan stadion Abdullah bin Khalifa pun kembali meledak dengan gemuruh ribuan suporter. Langit malam Doha mendung, tapi ada sesuatu yang bersinar. Indonesia menyala. Timnas Garuda U-23 mencipatakan sejarah. Menang 2-2 (11-10), menumbangkan Timnas Korea Selatan yang sebelumnya tak pernah bisa kita kalahkan. Raksasa itu telah tumbang. Tapi teruslah berjuang, Marselino. Tim yang lebih tangguh telah menunggu, Uzbekistan. ***

Kembali ke halaman sebelumnya