Kembali ke halaman sebelumnya

PDIP Melawan, Kursi Puan Melayang

suaramerdeka.com 3 jam yang lalu

Oleh: Karyudi Sutajah Putra

MAKA hanya ada satu kata: lawan!

Sebaris kalimat dalam puisi "Peringatan" (1986) karya Widji Thukul (1963-1998) itu tampaknya menginspirasi PDI Perjuangan sehingga terus melakukan perlawanan terhadap terpilihnya Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden di Pemilihan Presiden 2024.

Adapun perlawanan itu, pertama, calon presiden yang diusung PDIP bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ganjar Pranowo, yang berpasangan dengan Mahfud Md sebagai calon wakil presidennya, mengusulkan penggunaan Hak Angket oleh DPR RI untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024.

Usulan ini dilontarkan Ganjar usai hasil quick count sejumlah lembaga survei menunjukkan perolehan suaranya hanya 16 koma sekian persen, kalah telak dari pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang angkanya mencapai 25 koma sekian persen, dan kalah telak dari paslon Prabowo-Gibran yang angkanya mencapai 58 koma sekian persen. Namun, usulan Hak Angket ini ternyata layu sebelum berkembang. Lenyap terbawa angin. Hilang ditelan bumi.

Perlawanan berikutnya adalah Ganjar-Mahfud mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024 yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), seperti yang juga dilakukan paslon Anies-Imin.

Mereka menggugat Surat Keputusan (SK) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

Namun, dalam keputusannya yang dibacakan pada Senin (22/4/2024), MK menolak permohonan Ganjar-Mahfud dan Anies-Imin untuk seluruhnya.

Karena keputusan MK ini bersifat final and binding (final dan mengikat), maka KPU pun menetapkan hasil Pilpres 2024 yang dimenangkan Prabowo-Gibran melalui SK No 504 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilu 2024.

Secara simultan, di samping Ganjar-Mahfud melayangkan gugatan ke MK, PDIP juga melancarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. PDIP menggugat SK KPU No 360/2024 itu. Gugatan yang diajukan pada Selasa (2/4/2024) itu teregister dengan nomor perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT.

Kuasa hukum PDIP Gayus Lumbuun berharap PTUN mengabulkan permohonan terkait adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU dengan meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pada Pilpres 2024.

MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran

Jika PTUN menyatakan KPU melakukan perbuatan melawan hukum, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI diharapkan PDIP tidak melantik presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Pertanyaannya, akankah MPR tidak melantik Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wakil Presiden RI periode 2024-2029 pada 20 Oktober mendatang, jika gugatan PDIP itu dikabulkan PTUN sebagaimana harapan partai yang dikomandani Megawati Soekarnoputri itu?

Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, empat Wakil Ketua MPR tidak sepakat dengan permintaan PDIP itu. Mereka berdalih, sesuai Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tak ada alasan untuk tidak melantik Prabowo-Gibran karena keduanya sudah ditetapkan KPU sebagai pemenang Pilpres 2024.

Adapun keempat Wakil Ketua MPR itu semuanya berasal dari parpol pendukung Prabowo-Gibran, yakni Ahmad Muzani dari Partai Gerindra, Syarief Hasan dari Partai Demokrat, Yandri Susanto dari Partai Amanat Nasional (PAN), dan Jazilul Fawaid dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

PKB pada PIlpres 2024 memang menjadi pengusung Anies-Imin bersama Partai Nasdem, namun setelah jagoan mereka kalah, bersama Nasdem pula PKB banting stir mendukung Prabowo-Gibran. Itulah politik.

Adapun komposisi kursi di DPR, 71 persen dikuasai pendukung Prabowo-Gibran setelah Nasdem dan PKB bergabung dengan Gerindra, Partai Golkar, PAN dan Demokrat yang telah lebih dulu mendukung Prabowo-Gibran.

Akan tetapi, masih ada suara dari DPD RI. Diketahui, MPR terdiri atas DPR dan DPD. Jika anggota DPR ada 575 orang, maka anggota DPD ada 152 orang yang mewakili 38 provinsi di Indonesia, di mana setiap provinsi diwakili 4 orang.

Entah jurus apa lagi yang akan dilancarkan PDIP. Yang jelas, langkah PDIP yang terus melakukan perlawanan ini diprediksi akan menimbulkan sikap resisten dari para pendukung Prabowo-Gibran. Bahkan bisa jadi mereka akan melakukan serangan balik. "Pertahanan terbaik adalah menyerang," kata Sun Tzu (551-479 SM).

Adapun serangan balik itu bisa dilakukan melalui revisi UU MD3. Diketahui, revisi UU tentang perubahan keempat atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024.

Tak bisa dimungkiri, munculnya gagasan revisi UU MD3 ini terjadi di tengah isu perebutan kursi Ketua DPR periode 2024-2029. Ada dua parpol yang disinyalir memperebutkan kursi Ketua DPR, yakni PDIP dan Golkar. Pasalnya, kedua parpol inilah yang bertengger di urutan satu-dua perolehan suara terbanyak Pemilu 2024.

Merujuk UU MD3 yang ada saat ini, semestinya kursi Ketua DPR otomatis menjadi milik parpol pemenang pemilu. Hal itu tersurat dalam Pasal 427D ayat (1) huruf b UU MD3.

Namun, apa pun bisa terjadi di politik. Bisa saja para pendukung Prabowo-Gibran di Senayan melakukan revisi UU MD3 dengan mengutak-atik Pasal 247D itu supaya parpol pemenang pemilu tidak otomatis menjadi pemilik kursi Ketua DPR.

Jika itu terjadi, maka kursi Ketua DPR yang kini diduduki Puan Maharani, dan diprediksi akan diduduki Ketua DPP PDIP itu kembali pada periode 2024-2029 bisa melayang.

Hal itu pernah terjadi usai Pemilu 2014 di mana PDIP yang menang pemilu hanya mendapat jatah kursi Wakil Ketua DPR, yang juga diduduki Puan, sedangkan kursi Ketua DPR diambil Golkar. Sekali lagi, itulah politik.

Alhasil, jika PDIP terus melawan, bukan tidak mungkin kursi Puan Maharani akan benar-benar melayang.***

Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan dan Survei Indonesia (KSI).

Kembali ke halaman sebelumnya