Kembali ke halaman sebelumnya

Kini kasusnya berseliweran, ternyata Presiden Soeharto pernah bekukan instansi Bea Cukai, gara-gara hal ini...

hops.id 21 jam yang lalu

Hops.ID - Instansi Bea Cukai kini tengah menjadi sorotan publik karena perlakuan petugasnya kabarnya yang sangat merugikan masyarakat.

Seperti baru-baru ini yang lagi viral diperbincangkan soal pungutan Bea masuk barang dari luar negeri dengan nominal yang tidak masuk akal.

Tak hanya pembelian dari luar negeri saja tapi hadiah yang ikut ajang perlombaan saja terkena pungutan biaya Bea masuk padahal itu didapatkan talent asal Indonesia gratis.

Para netizen Indonesia bukan saja mempersoalkan pungutan barang dari luar negeri yang kena Bea masuk yang di rasa berkali-kali lipat tapi gaya hidup serta kekayaan pegawainya tak luput dari sorotan.

Seperti yang sudah terungkap kasus mantan kepala Bea Cukai Makassar yang kini terjerat kasus korupsi karena hal itu bermula dari gaya hidupnya yang mewah.

Lantas, kenapa instansi Bea Cukai ini bisa melakukan pungutan-pungutan yang tidak masuk di akal?

Ternyata kejadian seperti itu sudah pernah dialami warga Indonesia ketika zaman presiden Soeharto bahkan Soeharto sempat membekukan instansi Bea Cukai dengan dasar instansi Bea Cukai kerap melakukan pungli alias pungutan liar.

"Ternyata diketahui bahwa Presiden Soeharto pernah membekukan Bea Cukai yang diketahui menjadi sarang Pungli dan korupsi yang sangat parah," bunyi keterangan di YouTube Millenials Kece.

"Karena pada saat itu diketahui bahwa mereka kongkalikong dengan pengusaha ekspor-impor di saat Indonesia sedang berusaha untuk memperbaiki ekonomi," ujar kreator YouTube Millenials Kece.

"Di zaman Presiden Soeharto saat itu sangat banyak sekali praktik-praktik korupsi yang sangat marak di Bea Cukai," lanjutnya.

"Meskipun tidak dibubarkan Soeharto namun ia memutuskan untuk membekukan instansi Bea Cukai karena terlalu banyak pungli dan kongkalikong saat itu," ujarnya.

Dengan sudah menjamurnya kasus yang dilakukan para pekerja instansi Bea Cukai bahkan hal tersebut disebutnya sebagai uang damai.

"Di era orde baru praktik korupsi terutama pungli begitu lekat dengan instansi Bea Cukai karena pada saat itu mereka melakukan kongkalikong dengan pengusaha ekspor-impor."

"Banyak pengusaha yang bekerjasama dengan pegawai Bea Cukai untuk penyelundupan dan aksi ini disebut uang damai," ungkapnya.

Hal itu terjadi ketika menteri keuangan dijabat oleh Ali Wardana yang diduga banyak sekali penyelewengan dan tidak korupsi di Bea Cukai.

Hal itu diungkapkan oleh seorang jurnalis yang bernama Mochtar Lubis praktik-praktik tersebut terjadi karena adanya permainan dari atasan bahkan hingga disebut sebagai uang damai.

Soeharto akhirnya membuat sebuah peraturan yang disebut instruksi Presiden nomor 4 tahun 1985 tentang kebijaksanaan kelancaran arus barang untuk menunjang kegiatan ekonomi.

Hingga akhirnya, instruksi tersebut melahirkan sebuah keputusan yakni mempercayakan sebagian wewenang dari Direktorat Jenderal Bea Cukai kepada PT Surveyor Indonesia.

"Diketahui bahwa PT Surveyor Indonesia bekerjasama dengan perusahaan swasta asal Swiss yang bernama Societe Generale Surveillance atau SGS," ujarnya.

Sehingga membawa dampak yang signifikan bagi pegawai Bea Cukai karena pekerjaan mereka di ambil oleh PT Surveyor Indonesia karena untuk meminimalisir praktik-praktik liar yang sudah berlangsung.

Namun, kewenangan Bea Cukai secara 100% akhirnya dikembalikan lagi oleh pemerintah kepada instansi Bea Cukai pada tahun 1995.

Setelah undang-undang nomor 10 tahun 1995 diberlakukan dan secara efektif berlaku di tanggal 1 April 1997.

Undang-undang yang telah dibuat zaman Presiden Soeharto tersebut direvisi pada tahun 2006 yakni menjadi undang-undang nomor 17 tahun 2006.

Tentang perubahan undang-undang KEPABEANAN yang artinya ini akan memberikan kewenangan lebih kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi yang diembannya.

Tak cukup di situ, Undang-undang tentang Instansi Bea Cukai ini direvisi kembali pada tahun 2007 yakni menjadi Undang-undang nomor 39 tahun 2007 yang 100% memberikan kewenangan kepada Bea Cukai.

Peraturan tersebut pun berlaku sampai hari ini.

Namun apa yang terjadi di hari ini tentunya itu semua sudah terjadi di masa lalu.

Akan tetapi dalam hal ini pemerintah harus mengambil tindakan yang tegas dalam membuat sebuah kebijakan agar kejadian di masa lalu tidak terulang kembali.***

Kembali ke halaman sebelumnya