Kembali ke halaman sebelumnya

Ribut-ribut Soal Hukum Musik, Sejak 2018 Ketua Komisi Fatwa MUI Tegaskan Musik Itu Netral

fajar.co.id 1 jam yang lalu

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan musik kembali jadi perbincangan hangat netizen di media sosial. Berawal dari viralnya potongan video Ustaz Adi Hidayat yang membahas terkait itu.

Lalu, bagaimana Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyikapinya?

Hasil penelusuran fajar.co.id, ribut-ribut terkait hal tersebut ternyata bukan hal baru. Masih ingat dengan kemunculan grup musik religi Sabyan yang sempat menimbulkan kontroversi pada 2018?

Kelompok yang ngotot mengharamkan semua jenis musik tidak senang dengan lantunan selawat yang mereka bawakan dengan musik pop. Banyak dari mereka yang menghujat kala itu.

Terkait hal tersebut, Komisi Fatwa MUI KH Hasanuddin AF kala itu menegaskan bahwa haram atau tidaknya musik sebenarnya bergantung pada isi dan dampak dari musik yang dibawakan.

"Musik sebenarnya netral, jadi tergantung isi dan dampaknya. Selama dampaknya positif dan mengajak kebaikan, ya tidak apa-apa," ujarnya saat diwawancarai wartawan kala itu.

Namun musik bisa menjadi haram, jika membawa dampak negatif, dari sisi mana pun.

"Seperti penampilan personelnya, liriknya, musiknya, ya itu bisa menjadi haram. Apalagi kalau personelnya melanggar syariat," ujar Hasanuddin melanjutkan.

Sementara itu pakar bahasa Arab, Muhammad Zakaria Darlin Lc., M.A., Ph.D. melalui tulisannya di akun Facebooknya, menyampaikan bahwa syair itu memang ada musiknya. Ada nada nya, ada irama nya, ada ketukan nya, di zaman Jahiliyah ditemukan 16 ketukan (buhur). Meskipun yang menemukan ketukan ini adalah Al-Farohidiy yang lahir ratusan tahun setelahnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Orang Jahiliyah bahkan ketika bersafar, mereka berdendang dengan alat gendang dan nyanyian mereka itu diberi nama “nyanyian unta”. Di zaman Nabi pun ketika beliau masuk Madinah, para kaum Anshar bergendang dg alat musik menyambut Nabi dengan sholawat “Thola’al Badru” nya. Nabi tidak melarang. Bahkan ketika Walimah, mereka juga suka berdendang, banyak riwayat nya menyebutkan bahwa Nabi tidak melarang nya bahkan membela nya.

Belum lagi ketika Hari Raya besar, Nabi pernah membiarkan anak-anak kecil berdendang ria dengan alat musik sambil bersyair di dalam rumah beliau sendiri. Meskipun ada sahabat yg memprotes nya, Nabi malah membela anak-anak tersebut.

Perihal hadits yang mengharamkan alat musik itu jelas dengan qorinah lafaz sebelumnya (zina dan khomar), yaitu apabila syair di dalam musik itu dipakai untuk menemani orang minum khomar, sutra dan berzina seperti hal nya yang dilakukan kalangan awwam di masa Abbasiyah. Abu Nawas di antara penyair khomar yang terkenal dengan syair mabuknya. Ini baru haram. Mirip-mirip orang kaya raya di bar dan diskotik sambil minum khomar dan mencari pasangan zina lah kalau zaman sekarang nya. Bunyi hadits nya :
ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف
Semua unsur yang diharamkan ini memakai huruf (و) yang mensyaratkan “pengumpulan”.
Jd tidak sekonyong-konyong semua musik haram. Baca hadits mestilah dg gaya bahasa (uslub) nya, jangan pakai google translate. Uslub nya jelas memakai huruf (و) yang secara Ilmu Maaniy mensyaratkan :
تشريك المعطوف والمعطوف عليه في الحكم
Kedua ma’thuf dan ma’thuf ‘alaih itu hukumnya sama, dan fungsinya dikumpulkan keduanya di waktu yg sama, tidak bisa dipisahkan.
Sama halnya ketika Al Quran menyebutkan :
الذين آمنوا وعملوا الصالحات
Maka mesti beriman dan mesti beramal sholeh. Tidak bisa cuma salah satu nya saja. Keduanya mesti dilakukan di waktu yg sama.
Itu fungsi huruf (و) yang membedakan dia dengan huruf atof lain.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Maka, musik yg diharamkan jelas, yaitu yg ditemani oleh sutra, zina dan khomar. Makanya dalam kitab Al-Muhalla disebutkan oleh Imam Ibnu Hazm bahwa musik yang haram adalah musik yang kotor, porno, jorok, membawa pada maksiat, dan melalaikan. Hukumnya musik disamakan dengan hukumnya kalam (omongan manusia). Jika baik maka hukumnya boleh, jika buruk atau melalaikan dari mengingat Allah maka haram.

Adapun Hassan bin Tsabit adalah penyair nya Nabi. Beliau bernyanyi untuk membela Nabi. Nyanyian (syair) nya beliau itu bahkan ada ketukan nya dan bisa diiringi dengan alat musik. Tidak hanya Hassan, bahkan Ka’ab bin Zuhair pun diberi burdah (sorban) oleh Nabi sebagai hadiah karena telah memuji Nabi dalam syair nya.

Tidak hanya lelaki, bahkan penyair perempuan pun dipuji Nabi. Al-Khonsa’ namanya. Ketika ditanya siapa orang yang paling pandai membuat syair, maka dijawab oleh Nabi : Al Khonsa’.

Nabi mana yang pernah memuji penyair perempuan? Ya cuma Nabi kita Muhammad SAW.
Syair itu memang ada hubungannya dengan musik. Makanya disebutkan di kitab-kitab Arudh Qawafi bahwa buhur-buhurnya yang 16 itu adalah musik nya.

Jangan jauh-jauh, surat di dalam Al-Quran saja ada sajak nya. Baca surat Ad-Dhuha dan temukan sajak di setiap ujung ayat nya.

Tidak usah jauh-jauh juga, cukup bangun pagi saja. Dengarkan bunyi kicauan burung yang ada ketukan nya, bunyi air mengalir yang indah dan mempesona, bunyi ombak di lautan yang menghanyutkan perasaan.

"Ini tanda bahwa musik dan ketukan nada itu tidak pernah haram dalam Islam. Cuma orang tidak punya hati yang tidak suka dengan nada dan musik. Yang hatinya sudah membatu," katanya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

"Kadang kita heran dengan orang-orang yang berbicara tanpa ilmu, yang berani sekali bicara di publik tanpa spesialisasi nya. Sudahlah itu pengikutnya banyak pula. Saling dukung satu sama lain dalam tempurung ketidaktahuan, sambil merasa dirinya sudah paling tahu. La haula wala quwwata illa billah..," tutupnya. (bs-sam/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Kembali ke halaman sebelumnya